Sinopsis:
Man Tiger
Pada lanskap yang sureal, Margio adalah bocah yang menggiring babi ke dalam perangkap. Namun di sore ketika seharusnya rehat menanti musim perburuan, ia terperosok dalam tragedi pembunuhan paling brutal. Di balik motif-motif yang berhamburan, antara cinta dan pengkhianatan, rasa takut dan berahi, bunga dan darah, ia menyangkal dengan tandas. “Bukan aku yang melakukannya,” ia berkata dan melanjutkan, “Ada harimau di dalam tubuhku.”
“Eka menyajikan perkembangan menarik, dan akan kian kuat jika ia berhasil melebur habis pengaruh para pengilham besar. Lelaki Harimau ini lebih licin dari Cantik Itu Luka.”
— Nirwan Ahmad Arsuka
“Dalam beberapa hal, Lelaki Harimau harus diakui, berhasil memperlihatkan sejumlah capaian. Ia menjelma tak sekadar mengandalkan imajinasi, tetapi juga bertumpu lewat proses berpikir dan tindak eksploratif kalimat dengan berbagai kemungkinannya.”
— Maman S. Mahayana, Suara Pembaruan
“Deskripsi perkembangan psikologis para tokoh Lelaki Harimau membuat kita menyadari betapa nilai-nilai moral yang diajarkan dalam kehidupan sehari-hari ternyata terlalu sederhana, tak memadai untuk menilai kehidupan manusia yang penuh liku-liku.”
— Katrin Bandel, Kompas
“Memasuki lanskap Lelaki Harimau ... kita seakan berada di tengah simpang siur dan tumpang tindihnya bahasa-bahasa Byron, Ka a, Virginia Woolf, Edgar Alan Poe, Faulkner, Marquez, hingga Morrison, tanpa suatu keinginan untuk mensintesiskannya, mengejek, bahkan menjadikannya sebagai tekstur, hanya seperti membuat sesuatu dari materi apapun yang yang ada, bricolage, interstyle.”
— Nuruddin Asyhadie, Media Indonesia
“Dalam Lelaki Harimau, Margio bukan hanya jatuh cinta pada ibunya sendiri, namun juga menghargai kegilaan ibunya.”
— Aquarini Priyatna Prabasmoro, Koran Tempo
“Brilliant, tight-knit and frightening village tragedy.”
— Benedict Anderson, New Left Review
“Tight, focused and thrilling. Like a good crime novel, Man Tiger (Lelaki Harimau) works best when read in a single sitting, and its propulsive suspense is all the more remarkable because Kurniawan reveals both victim and murderer in the fi rst sentence.”
— Jon Fasman, The New York Times
“Refreshingly, Kurniawan puts value on literature as entertainment, and his books are certainly that.”
— Deborah Smith, The Guardian
0 komentar
Post a Comment